Era jejaring sosial telah mendarah daging di kehidupan kita, sejak hadirnya friendster, facebook dan twitter, seolah menjadi tonggak bahwa internet adalah sosial media.Tanpa kita sadari aktivitas kita sangat bergantung pada jejaring soial (selanjutnya kita sebut socmed) .Banyak orang telah mendewakan socmed, khususnya jejaring sosial Facebook dan Twitter.
Apapun yang terjadi dalam kehidupan nyata pasti tersemat ke dalam update status atau time line, apakah itu hanya sekedar gosip, check in di tempat-tempat tertentu, sedang makan apa, sedang berada dimana, dengan siapa, dan berbuat apa, semuanya akan terlihat di status orang-orang yang telah kecanduan socmed. Dan, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki pengguna socmed terbesar di dunia, jadi tidak heran bila hal-hal kecil dan sepele tersebut memenuhi status-status di socmed.
Wajar saja, karena itu adalah hak masing-masing pengguna socmed. Tetapi, alangkah lebih baik jika dalam menggunakan fasilitas yang ada di socmed tidak terlalu berlebihan. Jangan menggunakannya sebagai tempat pelampiasan emosi semata, mencaci maki dan menuliskan kata-kata yang tidak pantas, meng-upload foto-foto yang tidak senonoh, menceritakan aib seseorang atau justru menceritakan aib rumah tangganya sendiri, dan lain-lain. Namun, ada hal yang lebih aneh lagi yaitu memprioritaskan update status ketika sedang mengalami bencana, baik bencana alam, kecelakaan, maupun bencana yang berpotensi menghilangkan nyawa lainnya.
Contoh kecil ketika hujan deras, angin kencang dan menumbangkan pohon di pinggir jalan, apa yang mereka lakukan adalah mengambil foto, meng-upload-nya dan membuat status tentang hal tersebut. Memang, info yang sangat bermanfaat bagi orang lain, namun mereka (orang yang melakukan hal tersebut) tidak melihat bahwa bahaya sedang mengancam jiwanya.
Atau, ketika baru saja mengalami kecelakaan. Apa yang terjadi? Si korban akan langsung update status dengan mengatakan “aku kecelakaan… diserempet mobil, luka-luka, sakit banget…” plus dengan icon meringis atau menangis. Walah, mengapa tidak langsung menuju ke rumah sakit atau klinik terdekat, tapi justru meng-update status ya?
Dan, ketika gempa kemarin, apa yang terjadi juga sama. Jendela socmed penuh dengan tulisan yang berbau GEMPA! Banyak yang membuat status ketakutan karena bekerja di gedung yang bertingkat, namun masih sempatnya update status lebih dulu daripada menyelamatkan dirinya. Aneh. Sangat aneh. Bukankah keselamatan lebih penting daripada update status? Dan, bukankah lebih baik mengkhawatirkan dan segera menghubungi keluarga?
Ketergantungan seseorang dengan socmed benar-benar menjadi momok yang sangat mengerikan. Kesenjangan sosial terlihat sangat timpang, lapak-lapak dagangan apa pun menyeruak ke mana-mana, berbagai promosi memenuhi jendela socmed (spam), tag-tag orang yang tidak penting, kata-kata galau yang mulai menyelimuti seluruh status, caci maki ke orang-orang yang dibenci, dan lain sebagainya. Hanya satu kata, “mengerikan”.
Memang benar, bila socmed tidak digunakan dengan baik dan difungsikan sesuai dengan tujuan yang aman maka lambat laun socmed akan menjadi bumerang yang berbalik arah untuk menghajar penggunanya. Banyak kasus kecelakaan terjadi karena terlalu asyik dengan dunia socmed-nya, karena mereka terlalu larut dalam dunia maya hingga tidak menyadari bahaya yang berada di sampingnya. Meski begitu, pengguna socmed tetap tidak akan berkurang, justru semakin bertambah. Socmed memang penyita dan pemborosan waktu terbesar sepanjang sejarah.
Selalu ada sisi negatif dari hal-hal baru yang canggih dan modern. Selalu saja ada yang salah dari suatu produk yang bahkan telah mengantongi gelar “perfect product”. Selalu saja ada yang salah mengartikan dan menggunakannya. Selalu saja ada yang suka dan membenci.
sumber :